“Bangga menjadi Pramuka Indonesia.”
Kalimat tersebut dijadikan semboyan dalam pencitraan Gerakan Pramuka
yang dimotori oleh salah satu Kwartir Daerah di Indonesia. Kita sebagai
anggota suatu organisasi
memang harus bangga terhadap apa yang sedang kita tekuni, kita
jalani, dan kita jadikan wadah pengembangan diri. Memilih Gerakan
Pramuka sebagai organisasi yang menjembatani antara masa anak-anak kita,
menyeberangi masa remaja kita, dan meniti menuju masa dewasa tentu saja
adalah salah satu pilihan terbaik yang dimiliki para pemuda, terutama
pemuda Indonesia.
Para insan pramuka tentunya masih
mengingat betul alasan kedatangan Raja Swiss ke Indonesia khususnya ke
Kwarda DIY dan Kwartir Cabang Kabupaten Magelang awal tahun 2012
kemarin. Menurut pandangan beliau Gerakan Pramuka adalah organisasi yang
pantas mendapatkan julukan “Mesangger Of Peace”. Pembawa misi
perdamaian. Kenapa? Karena kita tahu sendiri bahwa Gerakan Pramuka
selain berasaskan Pancasila yang menyemaikan nilai-nilai luhur bangsa,
organisasi yang dipimpin oleh Mantan Menteri Kesehatan ini juga tidak
pernah memberikan celah-celah tumbuhnya bibit politik di dalamnya.
Pramuka netral dalam artian yang sesungguhnya. Merupakan hal yang amat
menyalahi asas dan prinsip yang sudah dipahami bersama jika pada unsur
kegiatannya, pada visi pelaksanaannya, dan pada orientasi pembinaannya
dibumbui “politik praktis”.
Selain karena Gerakan Pramuka merupakan
organisasi nonpolitik, organisasi ini juga memiliki struktur yang
mengakar dengan Pemerintah dari jajaran nasional sampai pedesaan
sehingga menyentuh hampir semua lapisan masyarakat. Mulai dari jabatan
Ketua Majelis Pembimbing Nasional yang dirangkap oleh Presiden sampai
dengan Ketua Majelis Pembimbing Gugus Depan yang pada umumnya dirangkap
oleh Kepala Sekolah. Pramuka menjadi konsumsi yang terus dibutuhkan oleh
para anak-anak, pemuda, maupun para pakar pendidikan atau kepemudaan di
daerahnya. Mengapa? Karena meskipun sistem strutural Pramuka
terintegrasi dengan Pemerintahan, namun pelaksanaan kegiatannya memiliki
metode-metode yang jauh lebih fleksibel seperti Pendidikan di luar
ruangan, belajar sambil melakukan, pengamalan sistem among, dan
sebagainya. Betul sekali. Pramuka sangat portable, seperti
filosofi pohon kelapa yang dapat tumbuh dimana-mana, Pramuka sangat
sesuai apabila diterapkan sebagai pendidikan di lapangan, namun juga
tidak kalah proporsional jika harus dituntut formal apabila
bersinggungan dengan pejabat-pejabat sepaket dengan protokolernya yang
begitu disiplin menginginkan performa terbaik.
Dan yang patut kalian banggakan lagi
adalah Gerakan Pramuka merupakan satu-satunya organisasi yang diberi
amanah untuk mengenakan bendera kebangsaan di seragam hariannya dalam
bentuk setangan leher dan pita leher merah putih. Kita bandingkan saja
dengan para tentara dan polisi dimana mereka merupakan tonggak
pertahanan dan ketertiban bangsa Indonesia. Mereka bekerja siang dan
malam, mengamankan, menertibkan, mempertahankan, berjuang, bahkan tak
sedikit yang mengorbankan banyak hal termasuk harta, benda, waktu sampai
nyawa demi negara. Sudah selayaknya kita bangga mengenakan seragam
pramuka dengan berkalung setangan leher, karena orang-orang yang
berjuang demi negara (baca: polisi dan tentara) saja tidak mendapat
kehormatan untuk mengenakan merah putih di dadanya. Tapi kita, sebagai
anggota gerakan pramuka kadang malah menganggap kain merah dan putih itu
mengganggu atau bahkan membuat kita tidak nyaman beraktifitas apabila
terus mengenakannya. Sekali lagi, seharusnya kita bangga diberi
kesempatan untuk terus dan tetap menjaga simbol kemerdekaan bangsa kita
yakni merah putih. Bahkan aturan untuk mengenakannya di leher menyimpan
filosofi yang sangat mendalam yakni diharapkan dengan adanya merah putih
yang ‘mengikat’ leher kita, kita memiliki kendali dalam berperilaku
agar selalu dapat menjadi teladan bagi orang-orang di sekitar kita.
Merah putih di leher kita juga merupakan satu pesan dari para pendiri
Gerakan Pramuka bahwa “anggota Gerakan Pramuka merupakan lapis kedua
dari pertahanan bangsa, setelah Tentara Nasional Indonesia.” Luar biasa!
Sekarang tanyakan pada diri kita, sudahkah kita menghargai setangan
leher dan pita leher sebagai amanah estafet pertahanan bangsa?
Pertahanan yang tidak hanya dinilai dari fisik saja, tapi juga
pertahanan dalam hal sosial, budaya, pendidikan, dan masih banyak lagi.
Gerakan Pramuka memang bukan segalanya
tapi segalanya ada di Gerakan Pramuka. Pernyataan itu sangat tepat
ketika kita mulai merambah ke dunia ke-Sakaan. Satuan Karya merupakan
wadah pengembangan bakat dan minat anggota Gerakan Pramuka pada suatu
bidang tertentu. Kenapa semuanya ada di Pramuka? Karena hampir semua
aspek yang dinilai kontributif untuk bangsa terintegrasi dalam satuan
karya. Bagi anggota Pramuka yang menyukai dunia militer, ada Saka
Wirakartika yang siap membagi ilmu survival, navigasi darat,
mountaineering dan berbagai keterampilan lain. Bagi yang tertarik dengan
aeromodelling ada Saka Dirgantara yang menampung para calon perancang
pesawat masa depan. Bagi yang tertarik dengan kelautan, Saka Bahari siap
menjadi wadah pengembangan diri. Ada Saka Bhayangkara yang aksinya
sudah tidak diragukan lagi untuk mengamankan dan menertibkan masyarakat
di bawah bimbingan Kepolisian Negara Indonesia. Saka Bakti Husada bagi
para anggota Gerakan Pramuka yang berminat dengan kesehatan. Saka
Wanabakti, menampung anggota Gerakan Pramuka yang memiliki passion
di bidang kehutanan,dan masih banyak Saka lain yang tentunya mampu
mewadahi aktifitas kita, mampu mengembangkan kemampuan kita, dan yang
terpenting adalah mampu memfasilitasi peran serta kita dalam membangun
masyarakat sejak dini. Nah, satuan karya apa yang kalian minati?
Apabila dijelaskan satu persatu, banyak
sekali hal-hal yang membuat kita semakin bangga menjadi anggota Gerakan
Pramuka. Namun tentunya masing-masing pribadi memiliki kebanggaan
tersendiri dengan organisasi berjenjang ini. Mungkin hal terakhir yang
bisa kita bahas mengenai kebanggaan sebagai anggota Gerakan Pramuka
adalah mulai tersadarnya Pimpinan Bangsa kita (baca:Pak Presiden)
mengenai seberapa pentingnya Gerakan Pramuka sebagai benteng
perlindungan terhadap imbas negatif globalisasi sosial, budaya, dan
teknologi yang menimpa remaja saat ini. Dengan ‘menitipkan’ amanahnya
kepada Menteri Pemuda dan Olahraga dan Menteri Pendidikan, setidaknya
SBY mengawali Revitalisasi Gerakan Pramuka dengan rapi semenjak tahun
2006 sampai pada disahkannya UU No. 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan
Pramuka.
Gerakan Pramuka sudah mendapatkan
perhatian dari seantero negeri. Mari buktikan bahwa kita sebagai anggota
Gerakan Pramuka mampu menjadi Messanger Of Peace sekaligus
kontributor Pembangunan Moral bangsa. Buktikan bahwa Gerakan Pramuka
adalah solusi bagi dekadensi moral yang sedang menjadi fenomena gunung
es di Indonesia. Buktikan pula dengan sederhana, bahwa anggota Gerakan
Pramuka mampu menjadi teladan di lingkungan sekitar dalam kehidupan
sehari-hari. Buktikan bahwa kalian bangga menjadi Pramuka!
Oleh: Hafizhah Lukitasari
0 komentar:
Posting Komentar